Rabu, 29 April 2009

Negeri Kemunafikan

Ketika wahana angkasa membaur bersama alam, tak pelak surya bersinar menggengam pertiwi yang yakin akan aroma indahnya paparan hutan hijau berselimutkan udara tipis melukis awan beserta anginnya.

Ketika semua hampa tanpa ada sekat yang memisahkan gulungan-gulungan perkamen rahasia, kemudian bercampur dengan hiruk pikuk kebingaran serta keganasan waktu memakan hierarki kehidupan. Sisi-sisi itu kemudian di lepas menerawang jalan kelam tak bercahaya sampai pada batas dimana semuanya tak ada lagi sekat, semuanya sama…..

Berkaca sebelumnya, cermin lah tempat memantulkan kejujuran paras kenistaan, mata, telinga serta hidung. Ketika itu semua indra menjadi bisu kecuali satu… Perasaan, yang coba menipu semuanya dengan segala tindakan yang mencoba menafikkan ukuran kebenaran yang ada. Mata boleh saja tak melihat tapi bisa berbicara dalam keheningan. Telinga bisa saja tak mendengar, tapi mungkin saja melihat kenistaan. Hah...! hidung pun tahu ketika bau-bau dusta mulai merambat dari sisi terbawah menjulang keatas hingga semuanya berada di jurang-jurang kemunafikan.

Hentikan saja semua ini, sebelum sebuah wadah tak mampu lagi menampung semuanya… yah, kemunafikan hadir dalam sebuah pemikiran. Ingat saja semua ada batasnya, sehingga kita tak perlu lagi menjilati semua peluh yang mulai bercucuran hingga peluh pun berganti darah.

Negeri angan-angan pun yang berasal dari buah bibir kemunafikan pasti sirna. Ingat… kita ini sudah sakit, seharusnya kita berada dalam ruang yang steril, yah setidaknya kita bisa berada jauh dari semua kebablasan ini. Jangan malah membuat semuanya seperti lukisan abstrak yang semuanya tergantung dari masing-masing interpretasi pikiran individual, yang hanya ingat ketika dirinya tertusuk duri, lalu membuang duri tersebut tanpa memperingatkan saudaranya keberadaan duri tersebut.

Ocehan ini tak mampu membuat sebuah dunia menjadi bulat, namun jika saja suara-suara terdengar lantang, maka tempatku berpijak pun tak akan ada jejak untuk kau ikuti.



-Tomi A-

1 komentar:

Elsya Crownia mengatakan...

wah, begitu mendalam kawan, tulisan yang kamu buat. Ya, begitulah yang terjadi dinegeri ini. manusia seperti telah mati batinnya. untuk menemukan satu keadilan saja bagi rakyat kecil begitu susah.
entahlah, biarlah Tuhan yang tahu akan dibawa kemana negeri ini.

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Bila anda ingin menanggapi posting ini, silahkan tuliskan komentar anda di sini.

Bagi rekan-rekan mahasiswa fakultas sastra Unand yang berminat mempublikasikan tulisannya di Blog Cermin Comunity, silahkan kirimkan naskah rekan-rekan ke cermincommunity@plasa.com
atau cermin_community@yahoo.com

Salam Hangat.