Sabtu, 30 Mei 2009

"Rajawali"

Rajawali, terbang di dalam ruhku,
Bercerita tentang,
Burung-burung,
Yang ia pimpin,
Dengan 7 para jenderal,
Dan burung pipit,
Mencicit,
Sendiri, sepi,


LPK, 25 april 2009


-Nia-

"Bahasa"

Diruang ini, kita mengemas kata demi kata,
Melayarkan kenangan,
Di hangatnya senja,
Menaburkan gemerincing,
Senar gitar,
Dalam nuansa,
Tak terterka,
Padahal, kita rasa duka,
Menyapa, diriuhnya,
Gelak tawa,

Bukittinggi, 24 april 2009


-Nia-

"Pergolakan"

Pergolakan

Kalau kamu terka,
Apa yang kami lakukan?,
Kau seperti menerka pasir,
Tak berdebu,
Kalau kau rasa,
Kami berseberangan,
Dalam alur pikiranmu,
Dicecah oleh mulutmu

Gedung E, 22 april 2009


Pergolakan II

Disini, diruang sidang,
Semua wajah menatap,
Dengan seribu tanda dikeningmu,
Merangkai sajak,
Untuk kau sirami,
Ada petinggi, menyidang para mentri,
Remuk jiwa, gelak tawa,
Berderai,
Dalam ruang,
Dan setelah itu,
Kami terpaku,
Mengulum senyum sipu,

Gedung E, 23 april 2009-05-25


-Nia-

"Sayonara"

Aku menghitung detak jantungmu,
Dan kibasan angin sore,
Di perjamuan,
Kutelan air mataku,
Dalam dinginnya,
Ruang,
Kau tasbihkan pengakuanmu,
Keberadaan,
Sahabat,
Saudara,
Hingga, lantunan adzan,
Akhiri, tangismu,

BEM KM, 21 april 2009


-Nia-

"Di Akhir Kebersamaan"

saat ini, kita telah berada dipembatas waktu,
diantara alur yang berliku,
diwarnai oleh pelangi dipelupuk mataku,
mengalir, menganak sungai,
berkecipak angsa-angsa, dalam satu telaga,
bersaksi senja pada malam
dalam rentetan peristiwa yang tak terlupa,
kata "diakhir pertemuan"mesti terucap,
sahabat, biar,
pertemuan dijadikan sari gula yang,
kucecap diujung lidah, dalam batang tebu,
dan, biarkan nasib menyisir waktu,
mengenang kisah,
dalam seperempat kotak peristiwa,
dalam harap,
dan, disaat akar menyusup menagih janji,
berjaga, akan murai-murai liar, diluar sana,
dan, biarkan mentari menuju haluan,
esok, yang tak kita mengerti



di akhir kebersamaan
(sahabat)
:BEM

_Nia_

Rabu, 13 Mei 2009

"Cerita Sebuah Pergerakan"

Dalam kamus politik, undang-undang,
Susduk, student state,
Berkaca, bagai negarawan sejati,
Berjuang, berteriak,
Menguncang bumi,
Menembus, cakrawala keangkuhan,
Katamu, hari itu adalah hari bersejarah,
Untuk dirimu dan bangsamu,
Kau berlari, sambil berteriak
“hati-hati provokasi”
“waspada kawan, teman disampingmu”
Teriakanmu, membuat khalayak tertegun,
Kadang tersenyum simpul,
Atau hanya semacam makian,
Namun, kau tetap,
Berteriak,
“satu tujuan”
Demi kejayaan bangsa.

Memorian, 2008-2009

_elSya_

"Aku dan Engkau"

Engkau yang berada dalam diri “aku”,
Kenapa tak berkata sepatah kata?,
Tentang “aku” yang sedang menahan kalbu,
Dikesunyian hati, ditempa oleh ilusi duniawi,
Engkau yang berada dalam diri “aku”
Mengapa muram?,
Tak lagi kulihat senyum manismu,
Yang penuh keikhlasan,
Tersenyumlah sejenak,
Agar hati “aku”
Lebih jinak,
Tak seperti kabut,
Mengekang “aku” dalam penjara prasangka,
Engkau yang berada dalam diri “aku”
Tataplah wajahku?,
Ada kabut hitam,
Dan mata hati yang luka,
Engkau yang berada dalam diri “aku”
Istiqomahlah,
Dengan jalanmu,
Jangan bermuram,
Dalam kabut hitam,
Lepaskanlah,
“aku” kepada “engkau”
Bergandengan tangan,
Temukan,
Rabb,
Dan tersenyumlah pada kehidupan.


Sastra, 8 April 2009

_Elsya_

Rabu, 06 Mei 2009

"Perawan"

Gadis perawan berbaju merah
Surga kau bawa di kakimu
Langit diatas berawan putih
Melihat rasa dalam hatimu

Rumah kau adalah surga
Menapaki titian dunia
Berat aral di depan mata
Namun hati adalah raja

Sore menitipkan senjanya
Dibawah awan merah
Cukupkan mata untuk merasa
Kita tak lagi bersama

Lupa akan janji
Gadis perawan berbaju merah
Merah merona hilang sekejap
Ganti akal merasuki jiwa
Tak akan ada yang tertinggal

-Tomi-

"Subuh"

Luapan emosi pagi mencerahkan hati
Ku asingkan diri di kelam redup subuh
Tersandar dalam bara merah warna
Hunuskan pedang berdarah hati

Hingga saat jumpa
Lelap ku pejamkan rasa
Awan berarak menjauhi masa
Lupa akan langit yang berbintang
Diiring sepoi asa berhembus

Coba kau resapi makna hidup
Jauh dari akal dan sadar
Cukupkan hati
Tersadar akan langit yang mulai gelap

Tumpuan putaran tak lagi kuat
Hilang kendali alam
Jujur aku mengatakan
Bahwa ini adalah waktu yang telah berhenti

Kupas dalam waktu yang berlalu
Irisi kulit tipis menyayat
Jejak itu akan terlihat
Hilang hati hilanglah bumi.

-Tomi-

Minggu, 03 Mei 2009

SASTRA(WAN) YANG MALAS, BAPAK GUBERNUR?


(Tanggapan atas penilaian Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi di harian Singgalang, Senin, 27 April 2009 halaman B-13 yang berjudul “Sastrawan Sumbar Malas Berkarya”)

1
Oleh: Fatris Mohammad Faiz

Yth. Bapak Gubernur,

Jika Bapak punya hari libur disela-sela jadwal Bapak yang padat mengurusi rakyat, datanglah ke toko-toko buku yang menjual buku-buku sastra, atau bacalah koran Minggu terbitan Jakarta (terutama halaman seni dan sastra), maka Bapak tentu akan memberi penilaian lain. Di antara sederetan buku sastra, Bapak akan menemui sederetan nama yang telah Bapak nilai sebagai sastrawan pemalas itu:

Pelatihan Kesusasteraan di Sastra Inggris Unand

03_05_09_hl4
Mereka yang berangkat ke alam terbuka bukan untuk berwisata, adalah mereka yang mencari tempat lain untuk belajar, berpikir dan berkarya. Sebuah tempat yang tak ditumbuhi gedung-gedung dingin, yang tak ada whiteboard, tak ada khutbah, tak ada nilai-nilai yang kaku.


Sesaat, tubuh-tubuh mereka mengeliat seperti ada yang memberontak dari dalam, dari sesuatu yang bukan tubuh. Wajah mereka berubah-ubah dari sedih hingga muram dan masam. Kemudian mereka menulis tentang sesuatu yang entah, sesuatu yang mungkin saja belum pernah ada, sesuatu yang barangkali belum terlihat oleh mata, sesuatu yang mungkin telah berulang kali dilakukan sehari-hari, atau sesuatu yang mungkin telah hilang dari dalam diri sendiri. Tapi bukan sesuatu yang nihil.


Literary Basic Training III yang diadakan Jurusan Sastra Inggris Universitas Andalas dari tanggal 24-26 April 2008 di Asam Pulau kecamatan 2X11 Kayutanam merupakan satu usaha untuk menanamkan nilai-nilai kesusasteraan, nilai-nilai yang mungkin beranjak dari kebebasan berpikir, kebebasan berpendapat yang menurut beberapa peserta, tidak didapat di gedung-gedung kuliah.


Di lapangan luas yang diapit sungai itu mereka mendirikan tenda-tenda dan belajar tentang dua hal: kepenulisan dan keaktoran. Dalam kepenulisan, mereka dibimbing untuk menulis imaginative, menulis kreatif, dan beberapa hal lainnya seperti pengenalan puisi dan drama, kemudian melakonkannya pada sebuah panggung tanah.


Menulis kreatif, menulis imaginative, dimasukkan dalam agenda pelatihan itu sebagai upaya untuk memudahkan peserta untuk menulis. Sebab di gedung kuliah dan kurikulum hanya mengajarkan bagaimana menulis esai dan menulis akademik. Sample Image Beberapa bulan lalu, Diana Frost, seorang dosen yang menetap di Indonesia sejak tahun 70-an berasal dari Scotland pernah terkejut mendengar tidak adanya mata kuliah kepenulisan kreatif di Sastra Inggris UNAND, “Saya merasa aneh dengan pendidikan kalian, apa sebenarnya yang kalian pelajari sebetulnya…” Betapa sebuah jurusan sastra yang belum bisa menghargai imajinasi.