Iklan adalah sebuah keistimewaan. Sebuah kata benda yang sangat berharga. Melalui iklan, apapun bisa dijual. Benda, jasa bahkan manusia. Dalam tanda kutip, menjual profil seseorang untuk tujuan dan maksud tertentu. Iklan terbagi dalam iklan cetak, iklan radio dan iklan televisi. Saat sekarang ini, iklan yang paling mudah menarik konsumen adalah iklan televisi. Tanpa mengesampingkan iklan cetak maupun iklan radio, iklan televisi lebih tepat sasaran dan efektif. Semua itu karena keunggulan audio visual yang dimiliki oleh televisi. Berbeda dengan iklan cetak yang hanya mengandalkan visual, dalam arti kata gambar dan tulisan, dan iklan radio yang hanya mengandalkan stimulus audio, iklan televisi mengedepankan keuntungan adanya stimulus visual yang diperkuat oleh stimulus audio.
Iklan-iklan televisi saat ini semakin semarak dengan munculnya ide-ide baru yang segar dan fresh. Tidak hanya berkutat dalam permainan gambar ataupun bintang iklan yang cantik dan ganteng, tetapi juga menggunakan pilihan dan susunan kata yang terkadang menggelitik dan memancing keingintahuan penonton sehingga mereka terkadang menyengajakan menunggu iklan tersebut hanya untuk menikmati kreatifitas si pembuat iklan.
Banyak sekali iklan televisi yang sekarang tidak hanya sekedar memajang wajah-wajah cantik dan ganteng. Terkadang sebuah iklan yang menarik hanyalah terdiri dari beberapa kalimat narasi dan gambar background, tetapi rasanya sayang sekali untuk dilewatkan setiap kali penayangannya karena memang tampilannya menarik. Beberapa kategori iklan yang menarik seringnya muncul di iklan rokok, minuman, kartu seluler atau iklan produk bayi. Terutama pada iklan rokok, terlihat sekali bahwa pihak produsen dan distributor rokok benar-benar habis-habisan untuk menarik minat konsumen dengan mengedepankan stimulus konsumtif melalui iklan yang menarik dengan ide-ide yang tidak hanya segar, bahkan gila. Hal tersebut sangat potensial menarik penonton untuk mengikuti jalan cerita yang ditawarkan dan bukan tidak mungkin menjadi konsumen produk rokok bersangkutan setelah menonton iklan tersebut.
Merek rokok yang diakui cemerlang dalam menampilkan ide iklan yang gila dan fresh diantaranya A Mild, Sampoerna Hijau dan LA Lights. Ada-ada saja ide baru yang ditampilkan disetiap iklan yang ditampilkan, dan tidak hanya monoton dengan satu iklan saja, melainkan hingga dibuat beberapa tema dan jenis iklan yang berbeda dengan tujuan sama. Tidak bisa dibantah bahwa iklan-iklan tadi benar-benar menarik keingintahuan penonton untuk mengikuti jalan ceritanya. Dengan paduan kata-kata unik yang dibalut unsur komedi, susah rasanya untuk mengganti channel sebelum iklan tersebut habis. Sebut saja iklan Sampoerna Hijau dalam berbagai versi. Versi bedug, versi lebaran, dll. Kekonyolan yang ditampilkan mematahkan definisi awam iklan, yaitu memindahkan channel siaran televisi ketika tayangan sudah berganti ke iklan.
Satu hal yang sangat saya sayangkan hanyalah proporsi eksplorasi ide-ide tadi. Mengapa ide-ide gila tadi lepas ke bentuk iklan produk yang seharusnya tidak terekspos sebesar itu. Rokok adalah racun. Tidak hanya membunuh konsumennya, bahkan dua kali lebih berbahaya bagi non konsumen. Sehingga teman saya pernah melontarkan joke ketika saya memprotes dia saat merokok; “kalo kamu memang nggak mau mati cepat gara-gara asap rokok saya, sekalian aja kamu ngerokok. Toh perokok pasif justru dua kali lebih besar resikonya terkena kanker.” Weleh, mau marah tapi yang dia bilang itu masuk akal sekali. Saya malah jadi ketawa nggak jelas.
sumber gambar
Kemunculan iklan-iklan rokok yang kreatif memang membawa perubahan besar dalam penjualan produk. Grafik selling meningkat dan iklan-iklan pun semakin kreatif, membawa keuntungan yang semakin besar pula bagi produsen. Saya sangat menyadari sekali besarnya perubahan yang ditimbulkan oleh kegilaan dan kekonyolan yang ditampilkan. Beberapa teman saya yang “jadi korban” pun berpindah hati dengan mencoba mengkonsumsi merek rokok yang ide iklannya kreatif. Sedemikian besarnya pengaruh iklan yang menarik terhadap masyarakat. Pertanyaannya adalah, mengapa justru ide-ide kreatif tersebut tidak ada sumbangsihnya terhadap sesuatu yang jauh lebih berguna bagi perkembangan masyarakat? Contoh : iklan layanan masyarakat.
Iklan layanan masyarakat yang saya kenal dan lihat selama ini jauh dari kesan kreatif dan menarik. Bahkan membosankan, katro dan membikin tangan gatal untuk segera meraih remote dan memindahkan channel. Padahal iklan layanan masyarakatlah yang seharusnya diikuti. Karena iklan ini menyampaikan pesan moral yang besar sekaligus pesan-pesan pemerintah yang seharusnya diketahui oleh masyarakat. Tetapi justru pesan tersebut tidak sampai karena masyarakat tidak tertarik untuk mengikuti jalan cerita iklan tersebut. Bagaimana bisa menangkap sebuah maksud tersembunyi jika pesan terbuka saja tidak terdeteksi?
Kembali lagi ke masalah krusial dunia sejak filosofis Marksisme ada. Hal pokok yang ditentang habis-habisan oleh Karl Marx. Kapitalisme. Satu kata sederhana yang racunnya menjalar kesetiap saluran nadi kehidupan. Permasalahan penempatan kreatifitas yang tidak pada tempatnya inipun kembali lagi ke masalah klasik, kapitalisme. Apapun dihargai dengan uang, bahkan harga diri seseorang. Jika akhirnya ide-ide segar tadi mengalir ke bentuk yang tidak seharusnya dipromosikan jor-joran, tidak lain tidak bukan disebabkan oleh faktor ekonomi. Buat apa produsen atau pencetak ide menelurkan ide brillian yang bisa dihargai puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk sebuah iklan penanggulangan masalah DBD yang sifatnya sukarela? Akan baik sekali jika pihak televisi menayangkan iklan “Bukan Basa Basi” yang kontraknya mencapai miliaran rupiah, daripada menayangkan iklan “3 M; Menguras, Membakar dan Menimbun”. Faktor produksi dan keuntungan sangat bermain disini. Produsen tidak ingin merugi bukan?
Jadi sangat masuk akal sekali jika masyarakat Indonesia masih saja “bodoh” dan gampang dibodohi. Karena sikap kritis yang dimiliki oleh generasi muda sekarang ini sudah banyak yang salah kaprah dan salah tempat. Sungguh akan sangat pintar sekali generasi masa depan jika penempatan kreatifitas, apapun bentuknya, diletakkan secara tepat dan berimbang. Tidak hanya untuk kebutuhan konsumtif, tetapi juga untuk peningkatan kecerdasan dan awareness masyarakat Indonesia terhadap berbagai isu dan pesan yang yang disampaikan oleh pemerintah.
*Mira Utami
Iklan-iklan televisi saat ini semakin semarak dengan munculnya ide-ide baru yang segar dan fresh. Tidak hanya berkutat dalam permainan gambar ataupun bintang iklan yang cantik dan ganteng, tetapi juga menggunakan pilihan dan susunan kata yang terkadang menggelitik dan memancing keingintahuan penonton sehingga mereka terkadang menyengajakan menunggu iklan tersebut hanya untuk menikmati kreatifitas si pembuat iklan.
Banyak sekali iklan televisi yang sekarang tidak hanya sekedar memajang wajah-wajah cantik dan ganteng. Terkadang sebuah iklan yang menarik hanyalah terdiri dari beberapa kalimat narasi dan gambar background, tetapi rasanya sayang sekali untuk dilewatkan setiap kali penayangannya karena memang tampilannya menarik. Beberapa kategori iklan yang menarik seringnya muncul di iklan rokok, minuman, kartu seluler atau iklan produk bayi. Terutama pada iklan rokok, terlihat sekali bahwa pihak produsen dan distributor rokok benar-benar habis-habisan untuk menarik minat konsumen dengan mengedepankan stimulus konsumtif melalui iklan yang menarik dengan ide-ide yang tidak hanya segar, bahkan gila. Hal tersebut sangat potensial menarik penonton untuk mengikuti jalan cerita yang ditawarkan dan bukan tidak mungkin menjadi konsumen produk rokok bersangkutan setelah menonton iklan tersebut.
Merek rokok yang diakui cemerlang dalam menampilkan ide iklan yang gila dan fresh diantaranya A Mild, Sampoerna Hijau dan LA Lights. Ada-ada saja ide baru yang ditampilkan disetiap iklan yang ditampilkan, dan tidak hanya monoton dengan satu iklan saja, melainkan hingga dibuat beberapa tema dan jenis iklan yang berbeda dengan tujuan sama. Tidak bisa dibantah bahwa iklan-iklan tadi benar-benar menarik keingintahuan penonton untuk mengikuti jalan ceritanya. Dengan paduan kata-kata unik yang dibalut unsur komedi, susah rasanya untuk mengganti channel sebelum iklan tersebut habis. Sebut saja iklan Sampoerna Hijau dalam berbagai versi. Versi bedug, versi lebaran, dll. Kekonyolan yang ditampilkan mematahkan definisi awam iklan, yaitu memindahkan channel siaran televisi ketika tayangan sudah berganti ke iklan.
Satu hal yang sangat saya sayangkan hanyalah proporsi eksplorasi ide-ide tadi. Mengapa ide-ide gila tadi lepas ke bentuk iklan produk yang seharusnya tidak terekspos sebesar itu. Rokok adalah racun. Tidak hanya membunuh konsumennya, bahkan dua kali lebih berbahaya bagi non konsumen. Sehingga teman saya pernah melontarkan joke ketika saya memprotes dia saat merokok; “kalo kamu memang nggak mau mati cepat gara-gara asap rokok saya, sekalian aja kamu ngerokok. Toh perokok pasif justru dua kali lebih besar resikonya terkena kanker.” Weleh, mau marah tapi yang dia bilang itu masuk akal sekali. Saya malah jadi ketawa nggak jelas.
sumber gambar
Kemunculan iklan-iklan rokok yang kreatif memang membawa perubahan besar dalam penjualan produk. Grafik selling meningkat dan iklan-iklan pun semakin kreatif, membawa keuntungan yang semakin besar pula bagi produsen. Saya sangat menyadari sekali besarnya perubahan yang ditimbulkan oleh kegilaan dan kekonyolan yang ditampilkan. Beberapa teman saya yang “jadi korban” pun berpindah hati dengan mencoba mengkonsumsi merek rokok yang ide iklannya kreatif. Sedemikian besarnya pengaruh iklan yang menarik terhadap masyarakat. Pertanyaannya adalah, mengapa justru ide-ide kreatif tersebut tidak ada sumbangsihnya terhadap sesuatu yang jauh lebih berguna bagi perkembangan masyarakat? Contoh : iklan layanan masyarakat.
Iklan layanan masyarakat yang saya kenal dan lihat selama ini jauh dari kesan kreatif dan menarik. Bahkan membosankan, katro dan membikin tangan gatal untuk segera meraih remote dan memindahkan channel. Padahal iklan layanan masyarakatlah yang seharusnya diikuti. Karena iklan ini menyampaikan pesan moral yang besar sekaligus pesan-pesan pemerintah yang seharusnya diketahui oleh masyarakat. Tetapi justru pesan tersebut tidak sampai karena masyarakat tidak tertarik untuk mengikuti jalan cerita iklan tersebut. Bagaimana bisa menangkap sebuah maksud tersembunyi jika pesan terbuka saja tidak terdeteksi?
Kembali lagi ke masalah krusial dunia sejak filosofis Marksisme ada. Hal pokok yang ditentang habis-habisan oleh Karl Marx. Kapitalisme. Satu kata sederhana yang racunnya menjalar kesetiap saluran nadi kehidupan. Permasalahan penempatan kreatifitas yang tidak pada tempatnya inipun kembali lagi ke masalah klasik, kapitalisme. Apapun dihargai dengan uang, bahkan harga diri seseorang. Jika akhirnya ide-ide segar tadi mengalir ke bentuk yang tidak seharusnya dipromosikan jor-joran, tidak lain tidak bukan disebabkan oleh faktor ekonomi. Buat apa produsen atau pencetak ide menelurkan ide brillian yang bisa dihargai puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk sebuah iklan penanggulangan masalah DBD yang sifatnya sukarela? Akan baik sekali jika pihak televisi menayangkan iklan “Bukan Basa Basi” yang kontraknya mencapai miliaran rupiah, daripada menayangkan iklan “3 M; Menguras, Membakar dan Menimbun”. Faktor produksi dan keuntungan sangat bermain disini. Produsen tidak ingin merugi bukan?
Jadi sangat masuk akal sekali jika masyarakat Indonesia masih saja “bodoh” dan gampang dibodohi. Karena sikap kritis yang dimiliki oleh generasi muda sekarang ini sudah banyak yang salah kaprah dan salah tempat. Sungguh akan sangat pintar sekali generasi masa depan jika penempatan kreatifitas, apapun bentuknya, diletakkan secara tepat dan berimbang. Tidak hanya untuk kebutuhan konsumtif, tetapi juga untuk peningkatan kecerdasan dan awareness masyarakat Indonesia terhadap berbagai isu dan pesan yang yang disampaikan oleh pemerintah.
*Mira Utami