Senin, 08 Juni 2009

Anoreksia Kritik

Oleh: Condra Antoni*

Dalam ilmu kesehatan, anoreksia adalah kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan nafsu makan meski sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan. Kalaupun mereka makan, maka mereka akan memuntahkan kembali makanan tersebut.

Pembahasan tentang anoreksia dalam kehidupan pernah dilaukan oleh Noah St John dalam bukunya Permitted To Succeed (Izin Untuk Sukses, Interaksara, 2005). Dalam buku tersebut Noah membahas tentang apa yang disebut dengan anoreksia sukses. Ia membahas tentang bagaimana seseorang tidak bisa sukses karena dia sendiri yang menghambat dirinya untuk mencapai kesuksesan dengan mengaktifkan impuls-impuls negatif sehubungan dengan penegasian self-esteem (menghargai ketidakterbatasan kemampuan diri sendiri).

Dalam tulisan ini, penulis mencoba berurai papar tentang anoreksia kritik yang menjangkiti keindonesiaan kita.

Saat kita membaca media cetak, menonton televisi, mendengar radio, sering kita disuguhkan dengan berbagai kritik dan analisa atas peristiwa. Berbagai hal dikritisi dan dianalisis baik itu oleh orang yang memang berlatar belakang parallel dengan topik peristiwa yang dikritisi dan dianalisis, pengamat, ataupun orang yang hanya sebatas melihat sepintas lalu, lantas mencoba mengkritisi dan menjustifikasi hasil pengamatan-sepintas lalunya. Ini adalah fenomena zaman baheula yang tiada alpa berulang sampai pada kekinian.

Sehubungan dengan efektifitas kritik, salah satu ungkapan (pesimis) yang cukup popular adalah kritik atas kritikus (baca : komentator) sepak bola. Bahwa, kritikan seorang kritikus sepakbola tidaklah mengakibatkan skor suatu pertandingan berubah. Kita lihat ketika suatu pertandingan berlangsung di layar kaca, pada saat yang sama kritikus sepakbola memaparkan tentang analisa-analisa dan kemungkinan yang ada. Tapi tetap saja skor pertandingan sebagian tidak bisa diprediksi, begitupun dengan gaya permainan para pemain yang tidak sesuai dengan harapan dan penuh ketidakterdugaan.

Kita juga bisa melihat ada ketidaksinambungan ruang antara pemain dan komentatornya. Pemain berada di ruang bebas kritik yang mengamini setiap peristiwa secara spontan. Sedangkan kritikus atau komentator sepakbola berada di ruang lain yang ber AC dengan setelan jas dan dasi berbicara cuap-cuap tentang sekumpulan orang yang berlari kian kemari bersimbah keringat di lapangan terbuka.

Barangkali hal inilah yang terus menggejala di bangsa ini. Kebobrokan Indonesia sebagai bangsa sudah sedemikian menggema di seantero jagat. Tapi persoalan bangsa ini justru semakin bervariasi. Kebobrokan tersebut bukan sekedar diketahui. Tapi telah berjibun kritik dan solusi yang ajukan sebagai penawarnya.

Kenyatannya kritik dan sosusi tersebut memang tak ubahnya kritik atas sepakbola dari ruang berbeda. Tidak jelas entah di mana kelirunya penawar, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, sangat sedikit sekali (untuk tidak mengatakan tidak ada sama sekali) bekerja di wilayah kebobrokan tersebut. Tidak ada efek jera atas kebobrokan yang sudah diketahui, dikritisi, dan diberikan solusi oleh khalayak dunia.

Padahal, dalam sebuah peradaban, bagaimanapun, kritik adalah sebuah jalan keluar yang dikenal ampuh untuk pencerahan. Banyak perubahan telah terjadi sebagai efek langsung dari kritik. Pada tingkat yang paling sederhana, kritik orangtua terhadap anaknya yang tidak pada aturan agama dan moral lalu disertai dengan solusi dalam bentuk pengajaran dan nasehat-nasehat kebaikan, adalah sebuah bangunan awal yang kokoh untuk membentuk kepribadian anak di masa yang akan datang. Kritik pada berpotensi signifikan memanusiakan kemanusiaan anak. Padamulanya adalah kritik. Ia berperan sebagai sebuah entitas penggerak perubahan untuk menuju sebuah kelebih-baikan dan kelebih-beradaban.

Akan tapi, justru yang menggejala dalam situasi keindonesiaan hari ini adalah apa yang disebut sebagai anoreksia kritik.

Fenomena ini bisa dilihat dari respon banyak Decision maker bangsa ini terhadap kritik. Mereka tentunya bukan tidak tahu bahwa mereka sedang dikritik. Mereka tentunya juga sangat memahami detil dari persoalan yang semakin hari semakin beragam. Tapi ketika kritik itu hadir di hadapan mereka, mereka memalingkan muka, bersikap pura-pura mendengar dan pura-pura mengamini sebagai reaksi elegan penolakan. Ini adalah gaya penolakan kelas elit penguasa tentunya. Karena mereka ingin tetap kelihatan baik walaupun dalam hati menolak.

Pada dasarnya tentunya mereka yang dipercaya sebagai pengemban amanah rakyat butuh kritik. Sebab menerima kritik dengan tulus adalah keputusan heroik yang menguntungkan mereka di masa yang akan datang. Ketika mereka menseriusi kritik dengan objektif, maka tentunya mereka punya langkah ke depan yang lebih bermartabat di mata rakyat. Dengan demikian, bangsa ini kiranya membutuhkan decision maker yang tidak terjangkit anoreksia kritik yang akut.

*Penulis adalah Alumni Sasing Unand Bp 02. Sekarang staf pengajar Politeknik Batam, Koordinator Polybatam Language Centre

9 komentar:

Clara Canceriana mengatakan...

wow...tulisan yg mengaggumkan
aku sempet mikir pertamanya ttg anoreksia ternyata maksudnya soal kritikan yg ditolak

Rian Rakun mengatakan...

posting menarik.

ohya, lupa bilang
KEDUAXXX :D

salam hangat buat kawan-kawan cermin.

Aulawi Ahmad mengatakan...

anoreksia kritik...mm jadi tau nih, tq infonya n salam kenal :)

senoaji mengatakan...

persoalan Indonesia mau dengan analogi kata dan santun pantun maupun durja sajak, buanyak yang pas jika terkait dengan rapuhnya mentalitas budaya kebangsaan..

senoaji mengatakan...

Yang paling penting adalah terapinya supaya tidak menjadi pengakaran konstruktif penyakit sosial hehehe..

pongpet mengatakan...

dikotomi dan diskonstruksi

Fanda mengatakan...

Ternyata anoreksia itu juga bisa menolak kritik selain makanan ya? Nice idea!

-Gek- mengatakan...

Kadang-kadang saya terjangkit anoreksia kritik.. :)

Ninda Rahadi mengatakan...

setuju.... semoga kita dapat pemimpin yang demikian :) betewe link pandoraboks sampai ada dua? hehe...

tolong satunya dibagi ke nindalicious :) terima kasih kritikannya ya..

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Bila anda ingin menanggapi posting ini, silahkan tuliskan komentar anda di sini.

Bagi rekan-rekan mahasiswa fakultas sastra Unand yang berminat mempublikasikan tulisannya di Blog Cermin Comunity, silahkan kirimkan naskah rekan-rekan ke cermincommunity@plasa.com
atau cermin_community@yahoo.com

Salam Hangat.